Ads

Tuesday, 29 May 2018

Sejarah Pertigaan Gubug


RIWAYAT PERTIGAAN GUBUG.

Pertigaan Gubug doeloe, berupa tanah lapang berbentuk segi tiga lancip yang luasnya sekitar 800 meter persegi. Tanah lapang tersebut sebenarnya sebagai pemisah, arah jalan menuju ke Purwodadi ke arah Kedungjati - Salatiga. Tanah lapang yang dikelilingi jalan raya, diberi pembatas tonggak jati setinggi setengah meter, yang masing-masing tertanam dengan jarak 3 meter. Di tengan lapangan tumbuh rumput hijau, yang tampak rapi dan terpelihara. juga di tengah lapangan ads pohon beringin, yang menurut cerita ditanam oleh Bung Karno Presiden RI pertama.

Mencegat Rombongan Bung Karno.
Bapak Ustadi dan bapak Sukarman tokoh pemuda pada waktu itu menceritakan, bahwa sekitar tahun 1955 Presiden Sukarno berkunjung ke kota Cepu. Ketika akan menuju ke kota Semarang, rombongan yang menggunakan mobil dihentikan para pemuda Gubug. Dijelaskan juga oleh bapak Ustadi, bahwa ide itu berasal dari bapak Moch Anwar pengurus Nahdatul Ulama (NU) Kecamatan Gubug, yang rumahnya disebelah utara lapangan pertigaan Gubug. Bung Karno dimohon untuk berpidato, guna memberi semangat kepada para pemuda di Gubug. Setelah selesai berpidato, Bung Karno dimohon menanam beringin di tengah lapangan pertigaan. Rombongan kemudian meneruskan perjalanan menuju Semarang (ke lapangan Kalibanteng-red), untuk meneruskan perjalanan pulang ke Jakarta menggunakan pesawat terbang. Bagi yang tahu tentang riwayat itu, akan menyebut beringin itu “Beringin bung Karno”.

Membuat Patung Pejuang.
Untuk pembuatan patung pejuang di pertigaan Gubug, didasarkan adanya riwayat para lasykar Hisbullah yang gugur, dalam penyerangan asrama Belanda di kantor pegadaian Gubug pada tahun 1948. Berdasarkan riwayat itulah, Tripika (sekarang Muspika-red) mempunyai gagasan mendirikan patung pejuang. Direncanakan patung tersebut didirikan di lapangan pertigaan Gubug, sehingga diharapkan semua masyarakat tahu bahwa di Gubug pernah terjadi Clas antara tentara Belanda dengan para Lasykar. Dengan beaya dari para dermawan di kota Gubug, pada tahun 1973 dibuatlah patung pejuang itu. Sebagai desainer dan pembuatnya, diserahkan kepada MAHMUD yang juga aktifis Gerakan Pemuda Muhamaddiyah (GPM) Kecamatan Gubug. Dua bulan lamanya Mahmud yang dibantu 2 orang, untuk menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Setelah selesai berdirilah dua patung setinggi 2 meter, diatas landasan setinggi 2 meter. Patung tersebut berwujut seorang TNI memegang senjata stengun, dan seorang pejuang yang membawa tombak. Menurut penjelasan Mahmud pada waktu itu, diartikan sebagai tentara dan rakyat yang saling bahu membahu mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Dijelaskan pula olehnya, bahwa pembuatan patung tentara terinspirasi pada Sersan Mayor Mulyono anggota BODM Gubug (sekarang Koramil-red), kalau sedang melaksanakan tugas menjaga keamanan wilayah.

Matinya Pohon Beringin Bersejarah.
Pada tahun 1983 jembatan Tuntang diperbaiki, sehingga jalur lalu lintas Semarang-Purwodadi terputus. Atas kebijaksanaan dari pihak terkait, tanah lapang pertigaan Gubug dijadikan sebagai terminal sementara. Sebagai akibatnya tanah lapang pertigaan menjadi padat, pohon Beringin Bung Karno yang mempunyai nilai sejarah ikut mati. Semua hanya mengkhawatirkan dan menjaga, agar patung pejuang itu tidak ditabrak oleh kendaraan.
Semua itu bisa terjadi, karena para generasi muda tidak mengetahui tentang riwayat pohon beringin. Selain itu para pinisepuh juga kurang peduli, untuk menceritakan riwayat tersebut kepada para generasi muda.

No comments:

Post a Comment