Ads
Tuesday, 29 May 2018
Sejarah Pertigaan Gubug
RIWAYAT PERTIGAAN GUBUG.
Pertigaan Gubug doeloe, berupa tanah lapang berbentuk segi tiga lancip yang luasnya sekitar 800 meter persegi. Tanah lapang tersebut sebenarnya sebagai pemisah, arah jalan menuju ke Purwodadi ke arah Kedungjati - Salatiga. Tanah lapang yang dikelilingi jalan raya, diberi pembatas tonggak jati setinggi setengah meter, yang masing-masing tertanam dengan jarak 3 meter. Di tengan lapangan tumbuh rumput hijau, yang tampak rapi dan terpelihara. juga di tengah lapangan ads pohon beringin, yang menurut cerita ditanam oleh Bung Karno Presiden RI pertama.
Mencegat Rombongan Bung Karno.
Bapak Ustadi dan bapak Sukarman tokoh pemuda pada waktu itu menceritakan, bahwa sekitar tahun 1955 Presiden Sukarno berkunjung ke kota Cepu. Ketika akan menuju ke kota Semarang, rombongan yang menggunakan mobil dihentikan para pemuda Gubug. Dijelaskan juga oleh bapak Ustadi, bahwa ide itu berasal dari bapak Moch Anwar pengurus Nahdatul Ulama (NU) Kecamatan Gubug, yang rumahnya disebelah utara lapangan pertigaan Gubug. Bung Karno dimohon untuk berpidato, guna memberi semangat kepada para pemuda di Gubug. Setelah selesai berpidato, Bung Karno dimohon menanam beringin di tengah lapangan pertigaan. Rombongan kemudian meneruskan perjalanan menuju Semarang (ke lapangan Kalibanteng-red), untuk meneruskan perjalanan pulang ke Jakarta menggunakan pesawat terbang. Bagi yang tahu tentang riwayat itu, akan menyebut beringin itu “Beringin bung Karno”.
Membuat Patung Pejuang.
Untuk pembuatan patung pejuang di pertigaan Gubug, didasarkan adanya riwayat para lasykar Hisbullah yang gugur, dalam penyerangan asrama Belanda di kantor pegadaian Gubug pada tahun 1948. Berdasarkan riwayat itulah, Tripika (sekarang Muspika-red) mempunyai gagasan mendirikan patung pejuang. Direncanakan patung tersebut didirikan di lapangan pertigaan Gubug, sehingga diharapkan semua masyarakat tahu bahwa di Gubug pernah terjadi Clas antara tentara Belanda dengan para Lasykar. Dengan beaya dari para dermawan di kota Gubug, pada tahun 1973 dibuatlah patung pejuang itu. Sebagai desainer dan pembuatnya, diserahkan kepada MAHMUD yang juga aktifis Gerakan Pemuda Muhamaddiyah (GPM) Kecamatan Gubug. Dua bulan lamanya Mahmud yang dibantu 2 orang, untuk menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Setelah selesai berdirilah dua patung setinggi 2 meter, diatas landasan setinggi 2 meter. Patung tersebut berwujut seorang TNI memegang senjata stengun, dan seorang pejuang yang membawa tombak. Menurut penjelasan Mahmud pada waktu itu, diartikan sebagai tentara dan rakyat yang saling bahu membahu mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Dijelaskan pula olehnya, bahwa pembuatan patung tentara terinspirasi pada Sersan Mayor Mulyono anggota BODM Gubug (sekarang Koramil-red), kalau sedang melaksanakan tugas menjaga keamanan wilayah.
Matinya Pohon Beringin Bersejarah.
Pada tahun 1983 jembatan Tuntang diperbaiki, sehingga jalur lalu lintas Semarang-Purwodadi terputus. Atas kebijaksanaan dari pihak terkait, tanah lapang pertigaan Gubug dijadikan sebagai terminal sementara. Sebagai akibatnya tanah lapang pertigaan menjadi padat, pohon Beringin Bung Karno yang mempunyai nilai sejarah ikut mati. Semua hanya mengkhawatirkan dan menjaga, agar patung pejuang itu tidak ditabrak oleh kendaraan.
Semua itu bisa terjadi, karena para generasi muda tidak mengetahui tentang riwayat pohon beringin. Selain itu para pinisepuh juga kurang peduli, untuk menceritakan riwayat tersebut kepada para generasi muda.
Monday, 28 May 2018
Sejarah Terbentuknya Desa Gubug
RIWAYAT TERJADINYA DESA GUBUG.
Oleh : Mbah Bedjo
Dari beberapa riwayat diatas menyebutkan, bahwa desa Gubug itu dulunya merupakan daerah rawa-rawa. Hal itu disebabkan karena sering terkena luapan banjir, yang berasal dari kali Tuntang.
Setelah dibuat tanggul dari Buyaran ke daerah hulu, daerah sekitar kali Tuntang terbebas dari banjir. Warga merubah tanah bekas rawa, menjadi tanah persawahan untuk ditanami padi. Tentu saja tanah bekas rawa sangatlah subur, sehingga hasil panen padipun berlimpah. Bila padi sudah mulai tua, seharian petani menjaga sawahnya dari serangan hama unggas. Demikian juga pada malam hari, petani tetap menjaga sawahnya dari serangan babi hutan dan kijang. Bisa dikatakan para petani tidak pernah pulang ke rumah, dan tidur di gubug yang mereka dirikan di sawah. Mereka juga mendirikan beberapa rumah di pinggir sawah, yang akhirnya berkembang menjadi suatu pedukuhan. Karena beberapa tahun bertempat tinggal di gubug tengah sawah, maka warga petani memberinya nama Pedukuhan GUBUG. Untuk lokasi pedukuhan Gubug, adalah berada di seputaran pasar Gubug sekarang atau yang dinamakan Krajan Gubug.
Desa Gubug dulunya ikut Kabupaten Demak, dan wilayah desanya meliputi Gubug Krajan, Pilang Kidul, Pilang Lor, Pilang Wetan dan Gubug Miri. Dengan adanya pemerataan wilayah, Gubug Krajan, Pilang Kidul dan Pilang Lor digabung menjadi satu kelurahan Gubug. Pilang Wetan digabung ikut Kecamatan Dempet, dan gubug Miri digabung dengan kelurahan Kemiri.
Tidak ditemukan data, tentang urut-urutan siapa saja yang pernah menjabat Lurah desa Gubug. tetapi hanya bisa diceritakan, bahwa Kyai Sobariman atau yang sering disebut MBAH PILANG, adalah menantu lurah Gubug tempo doeloe. Beliau dimakamkan di pedukuhan Pilang kidul, yang sampai sekarang dijadikan sebagai tempat ziarah warga desa Gubug.
Oleh : Mbah Bedjo
Dari beberapa riwayat diatas menyebutkan, bahwa desa Gubug itu dulunya merupakan daerah rawa-rawa. Hal itu disebabkan karena sering terkena luapan banjir, yang berasal dari kali Tuntang.
Setelah dibuat tanggul dari Buyaran ke daerah hulu, daerah sekitar kali Tuntang terbebas dari banjir. Warga merubah tanah bekas rawa, menjadi tanah persawahan untuk ditanami padi. Tentu saja tanah bekas rawa sangatlah subur, sehingga hasil panen padipun berlimpah. Bila padi sudah mulai tua, seharian petani menjaga sawahnya dari serangan hama unggas. Demikian juga pada malam hari, petani tetap menjaga sawahnya dari serangan babi hutan dan kijang. Bisa dikatakan para petani tidak pernah pulang ke rumah, dan tidur di gubug yang mereka dirikan di sawah. Mereka juga mendirikan beberapa rumah di pinggir sawah, yang akhirnya berkembang menjadi suatu pedukuhan. Karena beberapa tahun bertempat tinggal di gubug tengah sawah, maka warga petani memberinya nama Pedukuhan GUBUG. Untuk lokasi pedukuhan Gubug, adalah berada di seputaran pasar Gubug sekarang atau yang dinamakan Krajan Gubug.
Desa Gubug dulunya ikut Kabupaten Demak, dan wilayah desanya meliputi Gubug Krajan, Pilang Kidul, Pilang Lor, Pilang Wetan dan Gubug Miri. Dengan adanya pemerataan wilayah, Gubug Krajan, Pilang Kidul dan Pilang Lor digabung menjadi satu kelurahan Gubug. Pilang Wetan digabung ikut Kecamatan Dempet, dan gubug Miri digabung dengan kelurahan Kemiri.
Tidak ditemukan data, tentang urut-urutan siapa saja yang pernah menjabat Lurah desa Gubug. tetapi hanya bisa diceritakan, bahwa Kyai Sobariman atau yang sering disebut MBAH PILANG, adalah menantu lurah Gubug tempo doeloe. Beliau dimakamkan di pedukuhan Pilang kidul, yang sampai sekarang dijadikan sebagai tempat ziarah warga desa Gubug.
Saturday, 26 May 2018
Peristiwa Heroik Di Purwodadi
PERISTIWA HEROIK DI PURWODADI.
Oleh : Mbah Bedjo
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Negara Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Tetapi belum genap setahun merdeka, tentara Belanda yang membonceng Sekutu datang ke Indonesia. Dengan alasan akan melucuti tentara Jepang yang kalah perang, mereka melakukan penyerangan dan menduduki daerah-daerah penting. Tentu saja tujuan mereka ingin menguasai lagi bekas daerah jajahan, yang banyak menguntungkan bagi negara Belanda . Tentara Badan Keamanan rakyat (BKR) yang baru saja dibentuk, tidak rela tanah airnya akan direbut kembali oleh penjajah. Peperangan sengit terjadi di berbagai daerah, yang juga terjadi di Purwodadi yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan. Pada akhir tahun 1946, BKR yang anggotanya kebanyakan terdiri dari Tentara Pelajar (TP) dan para Lasykar Djawatan Kereta Api (DKA), mendengar kabar kalau tentara Belanda akan menyerang kota Purwodadi. Mereka melakukan pencegatan konvoi tentara Belanda di daerah Kuripan, yang terletak di sebelah barat Purwodadi. Melihat tentara dan lasykar Indonesia yang cukup kuat, tentara Belanda minta bantuan pesawat tempur dari Semarang, untuk melakukan penyerangan dari udara. Dengan adanya serangan dari pesawat tempur Belanda, tentara RI menjadi kalang kabut dan mundur di sebelah timur sungai dan jembatan yang terletak di sebelah barat pasar Purwodadi. Karena kalah persenjataan tentara RI mundur, dan bertahan di kerkof (Selatan stasiun Purwodadi-red). Serangan yang dilakukan oleh tentara Belanda, banyak menimbulkan korban pada BKR dan lasykar DKA. Mayat pejuang bergelimpangan di dekat jembatan barat pasar Purwodadi, seputaran stasiun Purwodadi, kerkof dan pertigaan dekat kantor Kabupaten Grobogan. Tentara Belanda juga melakukan pengeboman kantor pemerintahan Kabupaten, yang membuat gedung itu luluh lantak. (Keterangan : gedung tersebut terletak di sebelah barat gedung utama pemerintah Kabupaten, yang sekarang menjadi kantor wakil Bupati). Setelah perang selesai, masyarakat Purwodadi memakamkan para korban di Banyuono. Adapun korban luka dibawa ke Rumah Sakit Purwodadi, yang tentu saja mengaku sebagai masyarakat biasa korban perang. Menurut cerita untuk para Tentara Pelajar yang gugur, masih berusia antara umur 15 sampai 17 tahun. Sedangkan kebanyakan pejuang yang gugur, adalah dari Lasykar Djawatan Kereta Api. KANTOR KABUPATEN GROBOGAN DIPINDAHKAN. Melihat kantor Kabupaten menjadi sasaran serangan Belanda, R. Kaseno yang menjabat Bupati secara diam-diam memindahkan kantor pemerintahan Kabupaten ke Onder Distrik Kradenan. Adapun rumah yang dijadikan sebagai kantor Kabupaten Grobogan, terletak di desa Kalisari atau tepatnya sebelah barat kantor Kecamatan Kradenan sekarang ini. Dari informasi mata-mata, tentara Belanda tahu bahwa kantor pemerintahan Grobogan dipindahkan ke Onder Distri Kradenan. Rencana penghancuran kantor pemerintahan kabupaten Grobogan terus dilakukan, dan pada tanggal 1 Februari 1947 dilakukan penyerangan melalui udara. Tetapi pesawat terbang Belanda keliru dalam penyerangan, sehingga seputaran stasiun Kradenan yang menjadi sasaran peluru dan bom. Masyarakat umum menjadi korban, dan mayat bergelimpangan di sekitar stasiun atau tepatnya di pertigaan jurusan dukuh Wates/Kradenan. Untuk mengenang peristiwa itu, masyarakat Kradenan mendirikan tugu bom di utara stasiun Kradenan, dan tugu Peringatan di pertigaan jurusan ke dukuh Wates/Kradenan. Adapun untuk mengenang peristiwa heroik di Purwodadi dan untuk mengenang para pahlawan Djawatan Kereta Api (DKA), pada tahun 1950 pihak DKA membuat tugu pahlawan. Tugu tersebut berada di suatu taman, yang terletak di depan perumahan DKA atau yang sekarang berada di depan kantor BPD Purwodadi.
Oleh : Mbah Bedjo
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Negara Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Tetapi belum genap setahun merdeka, tentara Belanda yang membonceng Sekutu datang ke Indonesia. Dengan alasan akan melucuti tentara Jepang yang kalah perang, mereka melakukan penyerangan dan menduduki daerah-daerah penting. Tentu saja tujuan mereka ingin menguasai lagi bekas daerah jajahan, yang banyak menguntungkan bagi negara Belanda . Tentara Badan Keamanan rakyat (BKR) yang baru saja dibentuk, tidak rela tanah airnya akan direbut kembali oleh penjajah. Peperangan sengit terjadi di berbagai daerah, yang juga terjadi di Purwodadi yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan. Pada akhir tahun 1946, BKR yang anggotanya kebanyakan terdiri dari Tentara Pelajar (TP) dan para Lasykar Djawatan Kereta Api (DKA), mendengar kabar kalau tentara Belanda akan menyerang kota Purwodadi. Mereka melakukan pencegatan konvoi tentara Belanda di daerah Kuripan, yang terletak di sebelah barat Purwodadi. Melihat tentara dan lasykar Indonesia yang cukup kuat, tentara Belanda minta bantuan pesawat tempur dari Semarang, untuk melakukan penyerangan dari udara. Dengan adanya serangan dari pesawat tempur Belanda, tentara RI menjadi kalang kabut dan mundur di sebelah timur sungai dan jembatan yang terletak di sebelah barat pasar Purwodadi. Karena kalah persenjataan tentara RI mundur, dan bertahan di kerkof (Selatan stasiun Purwodadi-red). Serangan yang dilakukan oleh tentara Belanda, banyak menimbulkan korban pada BKR dan lasykar DKA. Mayat pejuang bergelimpangan di dekat jembatan barat pasar Purwodadi, seputaran stasiun Purwodadi, kerkof dan pertigaan dekat kantor Kabupaten Grobogan. Tentara Belanda juga melakukan pengeboman kantor pemerintahan Kabupaten, yang membuat gedung itu luluh lantak. (Keterangan : gedung tersebut terletak di sebelah barat gedung utama pemerintah Kabupaten, yang sekarang menjadi kantor wakil Bupati). Setelah perang selesai, masyarakat Purwodadi memakamkan para korban di Banyuono. Adapun korban luka dibawa ke Rumah Sakit Purwodadi, yang tentu saja mengaku sebagai masyarakat biasa korban perang. Menurut cerita untuk para Tentara Pelajar yang gugur, masih berusia antara umur 15 sampai 17 tahun. Sedangkan kebanyakan pejuang yang gugur, adalah dari Lasykar Djawatan Kereta Api. KANTOR KABUPATEN GROBOGAN DIPINDAHKAN. Melihat kantor Kabupaten menjadi sasaran serangan Belanda, R. Kaseno yang menjabat Bupati secara diam-diam memindahkan kantor pemerintahan Kabupaten ke Onder Distrik Kradenan. Adapun rumah yang dijadikan sebagai kantor Kabupaten Grobogan, terletak di desa Kalisari atau tepatnya sebelah barat kantor Kecamatan Kradenan sekarang ini. Dari informasi mata-mata, tentara Belanda tahu bahwa kantor pemerintahan Grobogan dipindahkan ke Onder Distri Kradenan. Rencana penghancuran kantor pemerintahan kabupaten Grobogan terus dilakukan, dan pada tanggal 1 Februari 1947 dilakukan penyerangan melalui udara. Tetapi pesawat terbang Belanda keliru dalam penyerangan, sehingga seputaran stasiun Kradenan yang menjadi sasaran peluru dan bom. Masyarakat umum menjadi korban, dan mayat bergelimpangan di sekitar stasiun atau tepatnya di pertigaan jurusan dukuh Wates/Kradenan. Untuk mengenang peristiwa itu, masyarakat Kradenan mendirikan tugu bom di utara stasiun Kradenan, dan tugu Peringatan di pertigaan jurusan ke dukuh Wates/Kradenan. Adapun untuk mengenang peristiwa heroik di Purwodadi dan untuk mengenang para pahlawan Djawatan Kereta Api (DKA), pada tahun 1950 pihak DKA membuat tugu pahlawan. Tugu tersebut berada di suatu taman, yang terletak di depan perumahan DKA atau yang sekarang berada di depan kantor BPD Purwodadi.
Sejarah Desa Sulursari
SEJARAH SINGKAT DESA SULURSARI
Membicarakan sejarah terjadinya Desa Sulursari perlu kami sajikan tentang hal- hal sebelum Desa Sulursari terbentuk.
pada mulanya, dalam wilaya Sulursari terdapat Tiga desa, yaitu Desa Taman Sari, Desa Bungas, dan Desa Grasak. masing- masing di kepalai oleh seorang kepala desa, Desa Taman Sari oleh Sdr. Martorejo, Desa Bungas oleh KartoWijoyo, sedangkan untuk desa Grasak Sdr. Surodikromo.
Selanjutnya pada tahun 1880 Sdr. Martorejo meninggal dunia, akhirnya kesepakatan penduduk desa Tamansari dan Bungas digabung. Gabungan dua desa dipakai nama Desa Tamansari dengan kepala desanya Kartowijoyo Mangun.
Setelah Sdr. Kartowijoyo Mangun meninggal dunia, maka diadakan pemilihan Kepala Desa yang meliputi Taman Sari dan Bungas tadi. Hasil pemilihan dimenangkan oleh Sdr. Yadi.
Tahun 1920, Kepala Desa Grasak yang bernama Surodikromo, mengajukan permohonan berhenti dengan hormat kepada pemerintah waktu itu. dan permohonannya dikabulkan. Akhirnya desa Grasak juga digabungkan dengan Tamansari.
Pada waktu penggabungan, di Desa Grasak telah ada Pasar (Sekarang Pasar Sulur), dan di dalam pasar terdapat tumbuhan beringin yang subur dengan sulur- sulurnya yang lebat sekali. Oleh Lurah Yadi, pada waktu itu desa gabungan dari bekas tiga desa tadi disebut SULURSARI, yang merupakan gabungan dari dua kata, yaitu sulur dan sari. Sulur berasal dari Sulur- Sulur pohon beringin tadi, sedangkan Sari berasalah dari Kata Taman Sari.
Desa gabungan ini Kepala Desa pertama kalinya adalah Sdr. Yadi, yang menduduki jabatan ini cukup lama, kurang lebih 12 tahun ( 1920- 1932 )
Membicarakan sejarah terjadinya Desa Sulursari perlu kami sajikan tentang hal- hal sebelum Desa Sulursari terbentuk.
pada mulanya, dalam wilaya Sulursari terdapat Tiga desa, yaitu Desa Taman Sari, Desa Bungas, dan Desa Grasak. masing- masing di kepalai oleh seorang kepala desa, Desa Taman Sari oleh Sdr. Martorejo, Desa Bungas oleh KartoWijoyo, sedangkan untuk desa Grasak Sdr. Surodikromo.
Selanjutnya pada tahun 1880 Sdr. Martorejo meninggal dunia, akhirnya kesepakatan penduduk desa Tamansari dan Bungas digabung. Gabungan dua desa dipakai nama Desa Tamansari dengan kepala desanya Kartowijoyo Mangun.
Setelah Sdr. Kartowijoyo Mangun meninggal dunia, maka diadakan pemilihan Kepala Desa yang meliputi Taman Sari dan Bungas tadi. Hasil pemilihan dimenangkan oleh Sdr. Yadi.
Tahun 1920, Kepala Desa Grasak yang bernama Surodikromo, mengajukan permohonan berhenti dengan hormat kepada pemerintah waktu itu. dan permohonannya dikabulkan. Akhirnya desa Grasak juga digabungkan dengan Tamansari.
Pada waktu penggabungan, di Desa Grasak telah ada Pasar (Sekarang Pasar Sulur), dan di dalam pasar terdapat tumbuhan beringin yang subur dengan sulur- sulurnya yang lebat sekali. Oleh Lurah Yadi, pada waktu itu desa gabungan dari bekas tiga desa tadi disebut SULURSARI, yang merupakan gabungan dari dua kata, yaitu sulur dan sari. Sulur berasal dari Sulur- Sulur pohon beringin tadi, sedangkan Sari berasalah dari Kata Taman Sari.
Desa gabungan ini Kepala Desa pertama kalinya adalah Sdr. Yadi, yang menduduki jabatan ini cukup lama, kurang lebih 12 tahun ( 1920- 1932 )
Thursday, 24 May 2018
Mbah Gareng Buyut Gus Dur di Grobogan
PESAREYANE BUYUTE GUS DUR ING DESO NGROTO.
Oleh : Mbah Bedjo
Akeh sing crito, yen buyute KH Abdurrahman Wachid utowo Gus Gur dimakamke ono irng tlatah Grobogan. Lha banjur sopo asmane lan ono deso ngendi anggone makamke ?
Miturut katrangan sing biso dikumpulke, yen buyute Gus Dur mau asmo Simbah Khoiron, sing makame ono ing deso Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Dene riwayate Simbah Gareng kuwi mengkene :
Simbah Khoiron Luru Ilmu.
Miturut ujare kondo, simbah Khoiron kuwi asli soko daerah Salatiga. Wiwit cilik seneng luru ilmu, utamane ilmu bab agomo. Ing sawijining dino panjenengane mireng, yen ing pondok dukuh Ngroto/Gubug ono Kyai kawentar asmane Siradjudin, wetonan soko pondok Ponorogo Jawa Timur. Sak naliko panjenengane banjur kagungan kerso, arep meguru ngaji marang Kyai Siradjudin kasebut. Kanti numpak getek lewat kali Tuntang, panjenengane tindak menyang dukuh Ngroto Gubug.
Dadi Putro Mantu Romo Guru.
Sakwise katam anggone ngaji, panjenengane didawuhi dening romo guru yo Kyai Siradjudin, supoyo mbantu mulang ngaji ono pondok kono. Amargo pancen pinter lan sregep, romo gurune banget asih marang panjenengane. Yo soko asihe mau, panjenengane banjur dipek mantu dening Kyai Siradjudin. Kyai Khoiron netep ono ing dukuh Ngroto, melu mulang ngaji marang poro santri ing pondok kasebut. Amargo dedek piyayine sing cendek lan rodo kuru, dening poro santri banjur kaparaban Mbah Gareng.
Keturunane Simbah Gareng.
Kyai Khoiron yo simbah Gareng mau, kagungan putro sing antarane asmo Asyari lan Asngari. Putro kakung kalorone mau, diwulang ngaji dewe nganti katam. Sakwise katam ngaji, Asngari dadi Kyai ono pondok dukuh Ngroto, dene Asyari mbacutake luru ilmu ono ing tlatah Jawa Timur.
Miturut silsilah sing ono, Kyai Asngari kagungan putro asmo Baedlowi, lan ugo dadi Kyai ono pondok dukuh Ngroto kanti kaceluk Kyai Bulawi.
Kocap kacarito bareng dukuh Ngroto owah dadi deso, Kyai Bulawi kapiji dening wargo dadi lurah deso Ngroto. Yo Kyai Bulawi kuwi, sing dadi lurah sepisanan ono ing deso Ngroto. Panjenengane banget anggone mikirke nasib wargane, lan jare tarikan pajek dening pemerintah Walondo, kabeh dibayar dening lurah Bulawi.
Kyai Bulawi kagungan putro asmo Sukemi, mbacutake luru ilmu ono pondok Kuwaron, sing dipimpin dening Kyai Abu Yusuf. Sak banjure Kyai Sukemi dipek mantu dening Kyai Abu Yusuf, lan netep ono ing deso Kuwaron. Rikolo Kyai Abu Yusuf sedo ono mekah, pondok Kuwaron banjur dipimpin dening Kyai Sukemi. Bareng wis kondur soko tindak haji, asmane Kyai Sukemi ganti dadi Kyai Haji Sofwandori. Asmo panjenengane cukup kawentar, amargo karo Kyai Haji Hasan Anwar, nderek nyerang tentara Walondo ono kantor Pegadaian Gubug.
Kyai Haji Sofwandori kagungan putro, salah sijine asmo Kyai Haji Zuhri. Pondok pesantren deso Kuwaron soyo tambah maju, sakwise dipimpin dening panjenengane. Akeh kegiatan bab agomo sing dipimpin, mulo ora nggumunke yen Kyai Haji Zuhri pikantuk gelar Kyai Karismatik.
Buyut Mbah Gareng Dadi Presiden.
Bali critane marang Asyari, sing nerusake luru ilmu ono ing tlatah Jawa Timur. Ono kana panjenengane biso mimpin pondok pesantren Tebu Ireng. Panjenengane kagungan putro, sing salah sijine asmo Hasyim. Podo karo ramane, Hasyim ugo pinter bab ilmu agomo, lan seneng marang pakumpulan sosial. Sakwise romone sedo, panjenengane sing banjur kapatah mimpin pondok Tebu Ireng kanti asmo Kyai Haji Hasyim Asyari. Ing sakwijining wektu, panjenengane kagungan gagasan, nyatokake poro ulama ing Nuswantoro. Yo panjenengane kuwi sing dibantu dening Kyai Haji Hasan Anwar, adek pakumpulan poro ulama ing Nuswantoro kanti jeneng Nahdlatul Ulama (1926).
Kyai Haji Hasyim Asyari kagungan putro, sing asmo Wachid. Wachid mau mbantu ramane, mulang ngaji ono ing pondok Tebu Ireng, sing banjur kawentar kanti asmo Kyai Haji Wachid Hasyim. Kyai Haji Wachid Hasyim kagungan putro, salah sijine asmo Abdurrahman. Podo karo simbah lan ramane, Abdurrahman ugo pinter bab ilmu agomo lan seneng marang pakumpulan sosial. Malah-malah Abdurrahman sing asring kaceluk Kyai Haji Abdurrahman Wachid, melu nyengkuyung adek partai sing dijenengke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dek tahun 1998 Kyai Haji Abdurrahman Wachid kapilih dadi Presiden, utowo dadi presiden kaping IV ing Indonesia.
Akeh sing crito, yen buyute KH Abdurrahman Wachid utowo Gus Gur dimakamke ono irng tlatah Grobogan. Lha banjur sopo asmane lan ono deso ngendi anggone makamke ?
Miturut katrangan sing biso dikumpulke, yen buyute Gus Dur mau asmo Simbah Khoiron, sing makame ono ing deso Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Dene riwayate Simbah Gareng kuwi mengkene :
Simbah Khoiron Luru Ilmu.
Miturut ujare kondo, simbah Khoiron kuwi asli soko daerah Salatiga. Wiwit cilik seneng luru ilmu, utamane ilmu bab agomo. Ing sawijining dino panjenengane mireng, yen ing pondok dukuh Ngroto/Gubug ono Kyai kawentar asmane Siradjudin, wetonan soko pondok Ponorogo Jawa Timur. Sak naliko panjenengane banjur kagungan kerso, arep meguru ngaji marang Kyai Siradjudin kasebut. Kanti numpak getek lewat kali Tuntang, panjenengane tindak menyang dukuh Ngroto Gubug.
Dadi Putro Mantu Romo Guru.
Sakwise katam anggone ngaji, panjenengane didawuhi dening romo guru yo Kyai Siradjudin, supoyo mbantu mulang ngaji ono pondok kono. Amargo pancen pinter lan sregep, romo gurune banget asih marang panjenengane. Yo soko asihe mau, panjenengane banjur dipek mantu dening Kyai Siradjudin. Kyai Khoiron netep ono ing dukuh Ngroto, melu mulang ngaji marang poro santri ing pondok kasebut. Amargo dedek piyayine sing cendek lan rodo kuru, dening poro santri banjur kaparaban Mbah Gareng.
Keturunane Simbah Gareng.
Kyai Khoiron yo simbah Gareng mau, kagungan putro sing antarane asmo Asyari lan Asngari. Putro kakung kalorone mau, diwulang ngaji dewe nganti katam. Sakwise katam ngaji, Asngari dadi Kyai ono pondok dukuh Ngroto, dene Asyari mbacutake luru ilmu ono ing tlatah Jawa Timur.
Miturut silsilah sing ono, Kyai Asngari kagungan putro asmo Baedlowi, lan ugo dadi Kyai ono pondok dukuh Ngroto kanti kaceluk Kyai Bulawi.
Kocap kacarito bareng dukuh Ngroto owah dadi deso, Kyai Bulawi kapiji dening wargo dadi lurah deso Ngroto. Yo Kyai Bulawi kuwi, sing dadi lurah sepisanan ono ing deso Ngroto. Panjenengane banget anggone mikirke nasib wargane, lan jare tarikan pajek dening pemerintah Walondo, kabeh dibayar dening lurah Bulawi.
Kyai Bulawi kagungan putro asmo Sukemi, mbacutake luru ilmu ono pondok Kuwaron, sing dipimpin dening Kyai Abu Yusuf. Sak banjure Kyai Sukemi dipek mantu dening Kyai Abu Yusuf, lan netep ono ing deso Kuwaron. Rikolo Kyai Abu Yusuf sedo ono mekah, pondok Kuwaron banjur dipimpin dening Kyai Sukemi. Bareng wis kondur soko tindak haji, asmane Kyai Sukemi ganti dadi Kyai Haji Sofwandori. Asmo panjenengane cukup kawentar, amargo karo Kyai Haji Hasan Anwar, nderek nyerang tentara Walondo ono kantor Pegadaian Gubug.
Kyai Haji Sofwandori kagungan putro, salah sijine asmo Kyai Haji Zuhri. Pondok pesantren deso Kuwaron soyo tambah maju, sakwise dipimpin dening panjenengane. Akeh kegiatan bab agomo sing dipimpin, mulo ora nggumunke yen Kyai Haji Zuhri pikantuk gelar Kyai Karismatik.
Buyut Mbah Gareng Dadi Presiden.
Bali critane marang Asyari, sing nerusake luru ilmu ono ing tlatah Jawa Timur. Ono kana panjenengane biso mimpin pondok pesantren Tebu Ireng. Panjenengane kagungan putro, sing salah sijine asmo Hasyim. Podo karo ramane, Hasyim ugo pinter bab ilmu agomo, lan seneng marang pakumpulan sosial. Sakwise romone sedo, panjenengane sing banjur kapatah mimpin pondok Tebu Ireng kanti asmo Kyai Haji Hasyim Asyari. Ing sakwijining wektu, panjenengane kagungan gagasan, nyatokake poro ulama ing Nuswantoro. Yo panjenengane kuwi sing dibantu dening Kyai Haji Hasan Anwar, adek pakumpulan poro ulama ing Nuswantoro kanti jeneng Nahdlatul Ulama (1926).
Kyai Haji Hasyim Asyari kagungan putro, sing asmo Wachid. Wachid mau mbantu ramane, mulang ngaji ono ing pondok Tebu Ireng, sing banjur kawentar kanti asmo Kyai Haji Wachid Hasyim. Kyai Haji Wachid Hasyim kagungan putro, salah sijine asmo Abdurrahman. Podo karo simbah lan ramane, Abdurrahman ugo pinter bab ilmu agomo lan seneng marang pakumpulan sosial. Malah-malah Abdurrahman sing asring kaceluk Kyai Haji Abdurrahman Wachid, melu nyengkuyung adek partai sing dijenengke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dek tahun 1998 Kyai Haji Abdurrahman Wachid kapilih dadi Presiden, utowo dadi presiden kaping IV ing Indonesia.
Wednesday, 23 May 2018
Sejarah Berdirinya Desa Ringinharjo
ADEKING DESO RINGINHARJO.
Oleh : Mbah Bedjo
Dununge desa Ringinharjo ono ing sak lor kuto kecamatan Gubug, sing adohe kiro-kiro 10 kilometer. Miturut data tahun 2013, deso sing ambane 3,58 kilometer persegi kabagi dadi 24 Rt lan 6 Rw kanti jumlah wargo ono 3437 jiwo. Miturut crito, deso Ringinharjo lan Ringinkidul kuwi biyen dadi siji, lan dening Ki Prawirokusumo banjur diparingi jeneng dukuh Ringin. Kanggo cetaning crito, ayo podo nyemak adeking deso Ringinharjo iki.
DUKUH ING PINGGIR KALI.
Deso Ringinharjo lan Ringin Kidul kuwi, biyen dadi siji sak dukuh sing jenenge dukuh Ringin. Deso Ringinharjo sing sak durunge karan dukuh Ringin Lor, dununge ono ing perenging kali Tuntang, sing wektu kuwi kanggo liwat wargo sing tindakan menyang tlatah Salatiga lan sak walike. Bab kuwi kabukten rikolo tahun 1960an, ono wargo deso Ringinharjo nemokake prau sing kependem ono njero lemah, naliko lagi nduduk pekarangane sing arep digawe sumur. Bareng wis diduduk kabeh, lagi podo ngerti yen kuwi prau mengkurep, sing ngisore akeh pecahan kenteng. Dibantu dening tonggo teparo, prau mau banjur diangkat lan digunakke kanggo nambahi kayu sing arep dienggo gawe bale deso.
Miturut critane poro sepuh, jare biyen ono perahu ngangkut kenteng sing arep digowo menyang daerah Salatiga. Naliko tekan ing dukuh Ringin Lor, ndadak weruh ono wargo kono nanggap tayub. Poro tukang prau banjur mandek, sing sak perlu arep podo nayub. Naliko poro tukang prau lagi podo nayub, ora ngerti yen kali Tuntang banjir gede. Mulo naliko poro tukang perahu bali menyang pinggir kali, lagi podo ngerti yen praune kerem ono kali Tuntang.
DADINE DUKUH RINGIN.
Miturut critane wargo, sing adek dukuh Ringinharjo kuwi biyen Ki Prawirokusumosoko soko tlatah Demak. Pancen panjenengane kuwi prajurit kraton Surokarto, sing ngawal lan njogo Pangeran Puger rikolo dadi Adipati ono ing Demak. Mergo rumongso wis tuwo, mulo Ki Prawirokusumo banjur nyuwun leren anggone dadi prajurit, lan kepingin dadi wong tani. Nyi Asli garwane lan putrane sing asmo Go Suto dan Go Drono, diajak golek papan sing biso didadekake sawah lan tegalan. Kanti numpak perahu lewat kali Tuntang, keluwargo mau golek papan koyo sing dikersakke. Ono ing sawijining papan, rombongan keluwargo mau mandeg lan sak banjure dunung ono ing papan kono. Mergo papan kono pancen subur, mulo akeh poro wargo sing melu dunung, saenggo dadi pedukuhan sing rejo. Dening Ki Prawirokusumo sing dadi tetuwaning dukuh, pedukuhan kono dijenengake RINGIN. Jeneng mau soko anane wit ringin gede, sing tukul ono ing tengah-tengahing dukuh.
Ing sawijining wektu, Ki Prawirokusumo rumongso wis ora kuwagang meneh dadi tetuwaning dukuh. Panjenengane banjur mundur, lan nunjuk putrane mbarep ngganteni. Nanging putrane sing asmo Go Drono ugo kepingin dadi tetuwaning dukuh, mulo panjenengane banjur mbagi dukuh Ringin dadi rong panggonan kanti wit ringen gede kuwi sing dadi tapel wates. Go Suto putrane diutus mimpin dukuh Ringin sisih lor sing banjur kaceluk Ringin Lor. Dene Go Drono diutus mimpin dukuh Ringin sisih kidul, sing sak banjure karan dukuh Ringin Kidul.
Miturut crito, sakwise masrahke pimpinan dukuh marang putra-putrane, Ki Prawirokusumo banjur jengkar soko pedukuhan Ringin lan ora ono sing ngerti menyang ngendi parane.
PETILASAN/KUBUR ING RINGINHARJO.
Naliko Nyi Asli yo garwane Ki Prawirokusumo sedo, disarekake ono ing dukuh Pilang Lor kono, sing mapan ono ing pinggir tanggul kali Tuntang. Mengkono ugo naliko Go Suto sing dadi tetuwaning dukuh sedo, ugo disarekake ono dukuh Ringin Lor, utowo sing saiki karan dukuh Gayas. Wargo deso Ringinharjo saiki, saben wulan Suro podo ziarah ono pesareyane Nyai Asli lan Go Suto. Sak liyani ngurmati piyayi loro minongko sesepuh deso Ringinharjo, ugo nyuwun marang Alloh supoyo deso Ringinharjo tansah pinaringan aman lan tentrem.
MAKAM SINGLON.
Menowo ing Ringinharjo ono pesareyane Nyai Asli karo putrane sing asmo Go Suto, lha banjur pesareyane Ki Prawirokusumo ono ngendi. Ing nduwur wis disebutke, sakwise masrahake dukuh Ringin marang putrane, panjenengane banjur tindak kanti ora ono sing ngerti panggonane.
Nanging ing dukuh Gambang deso Ringinkidul saiki, ono punden sing dianggep kramat dening wargo kono. Wargo nerangke yen punden kuwi minongko pesareyan, yo sing adek deso Ringinkidul biyene. Nanging juru kunci punden kono nerangake, yen punden kuwi sak benere panggonan ngubur ikete Ki Prawirokusumo. Kanti nyimak riwayat sing ono, opo punden kuwi ora pesareyane Ki Prawirokusumo. Bab kuwi kanti landesan anane kapercayan wargo kono, yen punden kasebut pesareyane sing adek deso Ringinkidul biyene. Menowo juru kunci nyebutake yen kuwi panggonan ngubur ikete Ki Prawirokusumo, biso ugo kuwi kuburan singlon. Teges kuburan singlon yo kuwi kuburan apus-apus, supoyo wong-wong podo ora ngerti endi kuburan sing bener. Perlu dimangerteni, yen biyen akeh pesareyane poro tokoh sing diwadekake, supoyo ora didudah lan dijupuk kanggo tumbal.
Oleh : Mbah Bedjo
DUKUH ING PINGGIR KALI.
Deso Ringinharjo lan Ringin Kidul kuwi, biyen dadi siji sak dukuh sing jenenge dukuh Ringin. Deso Ringinharjo sing sak durunge karan dukuh Ringin Lor, dununge ono ing perenging kali Tuntang, sing wektu kuwi kanggo liwat wargo sing tindakan menyang tlatah Salatiga lan sak walike. Bab kuwi kabukten rikolo tahun 1960an, ono wargo deso Ringinharjo nemokake prau sing kependem ono njero lemah, naliko lagi nduduk pekarangane sing arep digawe sumur. Bareng wis diduduk kabeh, lagi podo ngerti yen kuwi prau mengkurep, sing ngisore akeh pecahan kenteng. Dibantu dening tonggo teparo, prau mau banjur diangkat lan digunakke kanggo nambahi kayu sing arep dienggo gawe bale deso.
Miturut critane poro sepuh, jare biyen ono perahu ngangkut kenteng sing arep digowo menyang daerah Salatiga. Naliko tekan ing dukuh Ringin Lor, ndadak weruh ono wargo kono nanggap tayub. Poro tukang prau banjur mandek, sing sak perlu arep podo nayub. Naliko poro tukang prau lagi podo nayub, ora ngerti yen kali Tuntang banjir gede. Mulo naliko poro tukang perahu bali menyang pinggir kali, lagi podo ngerti yen praune kerem ono kali Tuntang.
DADINE DUKUH RINGIN.
Miturut critane wargo, sing adek dukuh Ringinharjo kuwi biyen Ki Prawirokusumosoko soko tlatah Demak. Pancen panjenengane kuwi prajurit kraton Surokarto, sing ngawal lan njogo Pangeran Puger rikolo dadi Adipati ono ing Demak. Mergo rumongso wis tuwo, mulo Ki Prawirokusumo banjur nyuwun leren anggone dadi prajurit, lan kepingin dadi wong tani. Nyi Asli garwane lan putrane sing asmo Go Suto dan Go Drono, diajak golek papan sing biso didadekake sawah lan tegalan. Kanti numpak perahu lewat kali Tuntang, keluwargo mau golek papan koyo sing dikersakke. Ono ing sawijining papan, rombongan keluwargo mau mandeg lan sak banjure dunung ono ing papan kono. Mergo papan kono pancen subur, mulo akeh poro wargo sing melu dunung, saenggo dadi pedukuhan sing rejo. Dening Ki Prawirokusumo sing dadi tetuwaning dukuh, pedukuhan kono dijenengake RINGIN. Jeneng mau soko anane wit ringin gede, sing tukul ono ing tengah-tengahing dukuh.
Ing sawijining wektu, Ki Prawirokusumo rumongso wis ora kuwagang meneh dadi tetuwaning dukuh. Panjenengane banjur mundur, lan nunjuk putrane mbarep ngganteni. Nanging putrane sing asmo Go Drono ugo kepingin dadi tetuwaning dukuh, mulo panjenengane banjur mbagi dukuh Ringin dadi rong panggonan kanti wit ringen gede kuwi sing dadi tapel wates. Go Suto putrane diutus mimpin dukuh Ringin sisih lor sing banjur kaceluk Ringin Lor. Dene Go Drono diutus mimpin dukuh Ringin sisih kidul, sing sak banjure karan dukuh Ringin Kidul.
Miturut crito, sakwise masrahke pimpinan dukuh marang putra-putrane, Ki Prawirokusumo banjur jengkar soko pedukuhan Ringin lan ora ono sing ngerti menyang ngendi parane.
PETILASAN/KUBUR ING RINGINHARJO.
Naliko Nyi Asli yo garwane Ki Prawirokusumo sedo, disarekake ono ing dukuh Pilang Lor kono, sing mapan ono ing pinggir tanggul kali Tuntang. Mengkono ugo naliko Go Suto sing dadi tetuwaning dukuh sedo, ugo disarekake ono dukuh Ringin Lor, utowo sing saiki karan dukuh Gayas. Wargo deso Ringinharjo saiki, saben wulan Suro podo ziarah ono pesareyane Nyai Asli lan Go Suto. Sak liyani ngurmati piyayi loro minongko sesepuh deso Ringinharjo, ugo nyuwun marang Alloh supoyo deso Ringinharjo tansah pinaringan aman lan tentrem.
MAKAM SINGLON.
Menowo ing Ringinharjo ono pesareyane Nyai Asli karo putrane sing asmo Go Suto, lha banjur pesareyane Ki Prawirokusumo ono ngendi. Ing nduwur wis disebutke, sakwise masrahake dukuh Ringin marang putrane, panjenengane banjur tindak kanti ora ono sing ngerti panggonane.
Nanging ing dukuh Gambang deso Ringinkidul saiki, ono punden sing dianggep kramat dening wargo kono. Wargo nerangke yen punden kuwi minongko pesareyan, yo sing adek deso Ringinkidul biyene. Nanging juru kunci punden kono nerangake, yen punden kuwi sak benere panggonan ngubur ikete Ki Prawirokusumo. Kanti nyimak riwayat sing ono, opo punden kuwi ora pesareyane Ki Prawirokusumo. Bab kuwi kanti landesan anane kapercayan wargo kono, yen punden kasebut pesareyane sing adek deso Ringinkidul biyene. Menowo juru kunci nyebutake yen kuwi panggonan ngubur ikete Ki Prawirokusumo, biso ugo kuwi kuburan singlon. Teges kuburan singlon yo kuwi kuburan apus-apus, supoyo wong-wong podo ora ngerti endi kuburan sing bener. Perlu dimangerteni, yen biyen akeh pesareyane poro tokoh sing diwadekake, supoyo ora didudah lan dijupuk kanggo tumbal.
Sejarah Berdirinya Kabupaten Grobogan
ADEKE KABUPATEN GROBOGAN
Oleh : Mbah Bedjo
Hari Jadi Kabupaten Grobogan jatuh pada hari Senin, 21 Jumadilakir, 1650 atau 4 Maret 1726. Pada saat itu Susuhunan Amangkurat IV mengangkat seorang abdi yang berjasa kepada Sunan, bernama Ng. Wongsodipo menjadi Bupati Monconegari Grobogan dengan nama RT Martopuro. Dalam pengangkatan ini ditetapkan pula wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya, ialah ditetapkan pula wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya, ialah Sela, Teras, Karas, Wirosari, Santenan, Grobogan, dan beberapa daerah di Sukowati bagian Utara Bengawan Sala. (Babad Pecinan : 172-174). Oleh karena Kota Kartosuro pada waktu itu sedang dalam keadaan kacau, maka RT Martopuro masih tetap di Kartosuro, sedang pengawasan daerah Grobogan diserahkan kemenakan sekaligus menantunya RT Suryonegoro (Suwandi), yang bertugas menciptakan struktur pemerintahan Kabupaten Pangreh Praja.
Penataan administrasi wilayah sudah barang tentu dilakukan secara bertahap dan baru pada masa pembentukan Kabupaten Pangreh Praja (1847) sistem administrasi Kabupaten sudah boleh dikatakan mendekati sempurna, seperti Kabupaten Daerah Tingkat II sekarang. Di samping itu Adipati Puger atau RT Martopuro menjabat Bupati Grobogan sampai meninggalnya (1753), dan digantik menantunya RT Suryonagoro dengan gelarnya RT Yudonagoro.
Dari penjelasan di atas, tanggal 4 Maret 1726 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Grobogan, karena telah memiliki perangkat yang diisyaratkan dengan adanya wilayah, rakyat, dan pemerintahan, walaupun belum sempurna.
a. Pada waktu ibukota Kabupaten menetap di Kota Grobogan
Adipati Martopuro atau Adipati Puger : 1726 -
RT. Suryonagoro Suwandi atau RT. Yudonagoro.
RT. Kartodirjo : 1761 - 1768, pindahan dari
RT. Yudonagoro : 1768 - 1775. Kemudian
R. Ng. Sorokerti atau RT. Abinarong
RT. Yudokerti atau Abinarong II : 1787 - 1795.
RM. T. Sutoyudo : 1795 - 1801.
RT. Kartoyudo : 1801 - 1815.
RT. Sosronagoro I : 1815 - 1840.
RT. Sosronagoro II : 1840 - 1864.
Menurut data yang ada Kabupaten Grobogan dengan ibu kota Grobogan pindah ke kota Purwodadi terjadi pada Tahun 1864. Peristiwa ini hanyalah merupakan perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan, jadi tidak terjadi perubahan status daerah.
b. Setelah ibukota Kabupaten menetap di Kota Purwodadi Tahun 1864.
Adipati Martonagoro : 1864 - 1875.
RM. Adipati Ario Yudonagoro : 1875 - 1902.
RM. Adipati Ario Haryokusumo : 1902 - 1908.
Pangeran Ario Sunarto : 1908 - 1933, Pencipta Trilogi Pedesaan yaitu di desa-desa harus ada Sekolah Dasar, Balai Desa, dan Lumbung Desa.
R. Adipati Ario Sukarman Martohadinegoro : 1933 - 1944.
R. Sugeng : 1944 - 1946.
R. Kaseno : 1946 -1948. Bupati merangkap ketua KNI.
M. Prawoto Sudibyo : 1948 - 1949.
R. Subroto : 1949 - 1950.
R. Sadono : 1950 - 1954.
Haji Andi Patopoi : 1954 - 1957. Bupati Kepala Daerah.
H. Abdul Hamid sebagai Pejabat Bupati dan Ruslan sebagai Kepala Daerah yang memerintah sama-sama; 1957-1958.
R. Upoyo Prawirodilogo, Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRDGR 1958 - 1964. Bupati inilah yang memprakarsai pembangunan monumen obor Ganefo I di Mrapen.
Supangkat; Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRGR : 1964 - 1967.
R. Marjaban, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1967 - 1970.
R. Umar Khasan, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1970 - 197
Kolonel Inf. H. Soegiri, Bupati Kepala Daerah : 11 Juli 1974 - 11 Maret 1986.
Kolonel H. Mulyono US : Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1986 - 11 Maret 1996.
Kolonel Inf. T. Soewito , Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1996 - 2001
Agus Supriyanto,SE-H.Bambang Pudjiono,SH 11 Maret 2001 - 2006
H.Bambang Pudjiono,SH-H.Icek Baskoro,SH 2006 – 2016.
Sri Sumarni, 2016 - sekarang
Oleh : Mbah Bedjo
Penataan administrasi wilayah sudah barang tentu dilakukan secara bertahap dan baru pada masa pembentukan Kabupaten Pangreh Praja (1847) sistem administrasi Kabupaten sudah boleh dikatakan mendekati sempurna, seperti Kabupaten Daerah Tingkat II sekarang. Di samping itu Adipati Puger atau RT Martopuro menjabat Bupati Grobogan sampai meninggalnya (1753), dan digantik menantunya RT Suryonagoro dengan gelarnya RT Yudonagoro.
Dari penjelasan di atas, tanggal 4 Maret 1726 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Grobogan, karena telah memiliki perangkat yang diisyaratkan dengan adanya wilayah, rakyat, dan pemerintahan, walaupun belum sempurna.
a. Pada waktu ibukota Kabupaten menetap di Kota Grobogan
Adipati Martopuro atau Adipati Puger : 1726 -
RT. Suryonagoro Suwandi atau RT. Yudonagoro.
RT. Kartodirjo : 1761 - 1768, pindahan dari
RT. Yudonagoro : 1768 - 1775. Kemudian
R. Ng. Sorokerti atau RT. Abinarong
RT. Yudokerti atau Abinarong II : 1787 - 1795.
RM. T. Sutoyudo : 1795 - 1801.
RT. Kartoyudo : 1801 - 1815.
RT. Sosronagoro I : 1815 - 1840.
RT. Sosronagoro II : 1840 - 1864.
Menurut data yang ada Kabupaten Grobogan dengan ibu kota Grobogan pindah ke kota Purwodadi terjadi pada Tahun 1864. Peristiwa ini hanyalah merupakan perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan, jadi tidak terjadi perubahan status daerah.
b. Setelah ibukota Kabupaten menetap di Kota Purwodadi Tahun 1864.
Adipati Martonagoro : 1864 - 1875.
RM. Adipati Ario Yudonagoro : 1875 - 1902.
RM. Adipati Ario Haryokusumo : 1902 - 1908.
Pangeran Ario Sunarto : 1908 - 1933, Pencipta Trilogi Pedesaan yaitu di desa-desa harus ada Sekolah Dasar, Balai Desa, dan Lumbung Desa.
R. Adipati Ario Sukarman Martohadinegoro : 1933 - 1944.
R. Sugeng : 1944 - 1946.
R. Kaseno : 1946 -1948. Bupati merangkap ketua KNI.
M. Prawoto Sudibyo : 1948 - 1949.
R. Subroto : 1949 - 1950.
R. Sadono : 1950 - 1954.
Haji Andi Patopoi : 1954 - 1957. Bupati Kepala Daerah.
H. Abdul Hamid sebagai Pejabat Bupati dan Ruslan sebagai Kepala Daerah yang memerintah sama-sama; 1957-1958.
R. Upoyo Prawirodilogo, Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRDGR 1958 - 1964. Bupati inilah yang memprakarsai pembangunan monumen obor Ganefo I di Mrapen.
Supangkat; Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRGR : 1964 - 1967.
R. Marjaban, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1967 - 1970.
R. Umar Khasan, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1970 - 197
Kolonel Inf. H. Soegiri, Bupati Kepala Daerah : 11 Juli 1974 - 11 Maret 1986.
Kolonel H. Mulyono US : Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1986 - 11 Maret 1996.
Kolonel Inf. T. Soewito , Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1996 - 2001
Agus Supriyanto,SE-H.Bambang Pudjiono,SH 11 Maret 2001 - 2006
H.Bambang Pudjiono,SH-H.Icek Baskoro,SH 2006 – 2016.
Sri Sumarni, 2016 - sekarang
Tuesday, 22 May 2018
IBU SUNDARI Dalang Perempuan Asli Grobogan
RIWAYAT IBU SUNDARI DALANG PUTRI.
Oleh : Mbah Bedjo
Kabupaten Grobogan tau duwe dalang putri, asli soko deso Gedangan melu wayah kecamatan Wirosari. Asmane ibu Sundari, naliko jaman moncere dadi dalang mbiyen sering diaturi kanti asmo dalang Ndari. Yo panjenengane kuwi siji-sijine dalang putri, sing melu ngregengake jagating pewayangan ing wilayah kabupaten Grobogan. Bareng ibu Sundari mundur soko pedalangan, koq ora ono piyayi putri liyane sing ngganteni. Kanggo mangerteni riwayate dalang Ndari kasebut, monggo tak aturi maos crito iki.
IBU GURU SING SENENG NDALANG.
Ibu Sundari kuwi guru Sekolah Dasar, sing wiwit mulang rikolo taun 1961. Panjenengane asli soko deso Gedangan, melu wilayah kecamatan Wirosari kabupaten Grobogan. Sakwise lulus soko Sekolah Guru ono kuto Solo, banjur oleh tugas mulang ono ing kecamatan Gubug.
Yo krono sekolah ono Solo kuwi, ibu Sundari seneng nonton wayang wong utowo wayang kulit, sing asring pentas ono taman Sriwedari. Kejobo kuwi panjenengane ugo seneng banget mirengke siaran wayang kulit, gending Jowo lan tetembangan soko radio RRI Surokarto. Mulo bareng dadi guru, panjenengane seneng paring wulang lelagon tembang Jowo marang poro muride. Kejobo kuwi ugo seneng crito bab wayang, utamane riwayat poro rojo utowo perang Brotoyudo.
Kegiyatane ibu Sundari saben dino minggu, nderek latihan gamelan karo kanca-kancane guru, sing manggon ono ing kantor Binsarpralub Gubug (saiki ngono kantor UPTD Pendidikan).
Pakumpulan gamelan poro guru ing Gubug kuwi, podo sarujuk lan diparingi jeneng "Sapta Usaha Tama".
Ono pakumpulan mau, panjenengane akrab karo bapak Rustam sing ugo guru SD, lan kagungan kasenengan bab wayang lan gamelan. Kalorone ugo duwe pepinginan, ngepyakke wayang diiringi niyogo poro guru ing kecamatan Gubug. Mulo saben wanci sore utowo sak tengahing wengi, ibu Siti Sundari asring latihan suluk utowo medar onto wecono salah sijining ratu utowo kraton. Malah tau telung ndino telung mbengi, panjenengane poso ngebleng ono ing sak jroning kamar sing ditutup rapet. Kuwi kabeh yo mung betek-beteke, supoyo pepinginane mau enggal biso kaleksanan.
Nanging rikolo tahun 1966, panjenengane kepekso kondur menyang Gedangan Wirosari, amargo bapake sedo lan ibune sing wis sepuh ora ono sing ngancani. Mengkono ugo anggone mulang ugo pindah, ono ing Sekolah Dasar sak cedake kantor kecamatan Wirosari.
Ora suwe panjenengane kromo, karo anggota TNI asmo bapak Suwito. Pancen podo senenge bab kabudayan Jowo, mulo bapak Suwito ugo paring wektu sing jembar marang ibu Sundari kanggo ngembangke kasenengane. Nganti ing sawijining dino, ono tonggo sing duwe gawe lan nyuwun supoyo ibu Sundari sing ndalang. Yo wiwit soko kuwi, panjenengane kerep pentas nganti tekan ing liyo daerah.
KENO GODA.
Pancen yen lagi kondang, mesti ono wae sing meri. Mulo nuju sawijining dino, panjenengane ditanggap dening wargo ono daerah wetan Purwodadi. Amargo soko getok tular yen dalange ibu Sundari, mesti wae poro tamu lan ugo penontone kebak utamane poro ibu-ibu. Yo sing koyo ngene iki, dadi nambah semangate ibu Sundari anggone ndalang.
Naliko sak tengahing wengi bubar nyuguhake goro-goro, ndadak panjenengane kroso arep "pipis" sing ora biso diampet. Sakwise mbisiki marang pembantu dalang, panjenengane banjur nancepake gunungan lan banjur menyat nuju menyang mburi. Sakwise kuwi panjenengane banjur mapan meneh, lan sak durunge neruske lakon matur opo anane marang poro rawuh lan penonton. Kabeh poro rawuh lan penonton podo welas, lan getem-getem marang sing tumindak nggoda kuwi.
MUNDUR SOKO JAGATE PEDALANGAN.
Rikolo tahun 1980 bapak Suwito kepilih dadi Kepala Desa Gedangan, saenggo kanggo kesibukane ibu Sundari mesti wae yo tambah. Pancen anggone ndalang ngono mung wanci bengi, dene yen wanci esuk mesti wae kudu ngleksanakke tugas mulang poro murid. Bareng dadi ibu lurah, kanti abot panjenengane leren anggone ndalang. Panjenengane rumongso ora biso ngayahi, sing kudu ngurusi PKK lan kegiatan ibu-ibu ono ing deso.
Nanging bakat lan kabisan ono ing pedalangan, tetep ditularke marang poro murid ing sekolahan. Mulo saben ono lomba mocopat utowo geguritan ing kabupaten Grobogan, kanggo kecamatan Wirosari mesti nggondol juwara nomer siji.
Nuwun.
Oleh : Mbah Bedjo
IBU GURU SING SENENG NDALANG.
Ibu Sundari kuwi guru Sekolah Dasar, sing wiwit mulang rikolo taun 1961. Panjenengane asli soko deso Gedangan, melu wilayah kecamatan Wirosari kabupaten Grobogan. Sakwise lulus soko Sekolah Guru ono kuto Solo, banjur oleh tugas mulang ono ing kecamatan Gubug.
Yo krono sekolah ono Solo kuwi, ibu Sundari seneng nonton wayang wong utowo wayang kulit, sing asring pentas ono taman Sriwedari. Kejobo kuwi panjenengane ugo seneng banget mirengke siaran wayang kulit, gending Jowo lan tetembangan soko radio RRI Surokarto. Mulo bareng dadi guru, panjenengane seneng paring wulang lelagon tembang Jowo marang poro muride. Kejobo kuwi ugo seneng crito bab wayang, utamane riwayat poro rojo utowo perang Brotoyudo.
Kegiyatane ibu Sundari saben dino minggu, nderek latihan gamelan karo kanca-kancane guru, sing manggon ono ing kantor Binsarpralub Gubug (saiki ngono kantor UPTD Pendidikan).
Pakumpulan gamelan poro guru ing Gubug kuwi, podo sarujuk lan diparingi jeneng "Sapta Usaha Tama".
Ono pakumpulan mau, panjenengane akrab karo bapak Rustam sing ugo guru SD, lan kagungan kasenengan bab wayang lan gamelan. Kalorone ugo duwe pepinginan, ngepyakke wayang diiringi niyogo poro guru ing kecamatan Gubug. Mulo saben wanci sore utowo sak tengahing wengi, ibu Siti Sundari asring latihan suluk utowo medar onto wecono salah sijining ratu utowo kraton. Malah tau telung ndino telung mbengi, panjenengane poso ngebleng ono ing sak jroning kamar sing ditutup rapet. Kuwi kabeh yo mung betek-beteke, supoyo pepinginane mau enggal biso kaleksanan.
Nanging rikolo tahun 1966, panjenengane kepekso kondur menyang Gedangan Wirosari, amargo bapake sedo lan ibune sing wis sepuh ora ono sing ngancani. Mengkono ugo anggone mulang ugo pindah, ono ing Sekolah Dasar sak cedake kantor kecamatan Wirosari.
Ora suwe panjenengane kromo, karo anggota TNI asmo bapak Suwito. Pancen podo senenge bab kabudayan Jowo, mulo bapak Suwito ugo paring wektu sing jembar marang ibu Sundari kanggo ngembangke kasenengane. Nganti ing sawijining dino, ono tonggo sing duwe gawe lan nyuwun supoyo ibu Sundari sing ndalang. Yo wiwit soko kuwi, panjenengane kerep pentas nganti tekan ing liyo daerah.
KENO GODA.
Pancen yen lagi kondang, mesti ono wae sing meri. Mulo nuju sawijining dino, panjenengane ditanggap dening wargo ono daerah wetan Purwodadi. Amargo soko getok tular yen dalange ibu Sundari, mesti wae poro tamu lan ugo penontone kebak utamane poro ibu-ibu. Yo sing koyo ngene iki, dadi nambah semangate ibu Sundari anggone ndalang.
Naliko sak tengahing wengi bubar nyuguhake goro-goro, ndadak panjenengane kroso arep "pipis" sing ora biso diampet. Sakwise mbisiki marang pembantu dalang, panjenengane banjur nancepake gunungan lan banjur menyat nuju menyang mburi. Sakwise kuwi panjenengane banjur mapan meneh, lan sak durunge neruske lakon matur opo anane marang poro rawuh lan penonton. Kabeh poro rawuh lan penonton podo welas, lan getem-getem marang sing tumindak nggoda kuwi.
MUNDUR SOKO JAGATE PEDALANGAN.
Rikolo tahun 1980 bapak Suwito kepilih dadi Kepala Desa Gedangan, saenggo kanggo kesibukane ibu Sundari mesti wae yo tambah. Pancen anggone ndalang ngono mung wanci bengi, dene yen wanci esuk mesti wae kudu ngleksanakke tugas mulang poro murid. Bareng dadi ibu lurah, kanti abot panjenengane leren anggone ndalang. Panjenengane rumongso ora biso ngayahi, sing kudu ngurusi PKK lan kegiatan ibu-ibu ono ing deso.
Nanging bakat lan kabisan ono ing pedalangan, tetep ditularke marang poro murid ing sekolahan. Mulo saben ono lomba mocopat utowo geguritan ing kabupaten Grobogan, kanggo kecamatan Wirosari mesti nggondol juwara nomer siji.
Nuwun.
Sejarah Masuknya Motor Udug ke tanah Jawa
SEJARAH MONTOR UDUG.
Oleh : Mbah Bedjo
Dijenengke montor udug, mergo swarane sing udug-udug banter banget. Yen saiki ngono sing karan motor "jadul", mergo motor kuwi digawe tahun seketan. Wangune gede lan ketok abot, yen dibandingke motor gaweyan Jepang saiki. Tahun 80-90an motor udug kasebut jan blas ora ono sing seneng, paribasane diwenehi wae yo bakal nolak. Nanging tahun 2000 munggah akeh wargo sing podo golek, mbok yo rego piro wae mesti bakal dibayar. Malah ono sing crito, yen rego montor udug kuwi saiki tikel lorone motor gaweyan Jepang. Yo amargo wae pabrike wis tutup, lan sepeda montor kuwi dianggep barang antik. Kanggo mangerteni riwayat montor udug kuwi, ayo podo moco critane iki.
OPO TO MONTOR UDUG KUWI.
Sing diarani montor udug kuwi mbiyen, sepeda motor gawean negoro Jerman, Amerika utowo Eropa. Werno-werno merk montor udug kuwi, ono Norton, AJS, BMW, Harley Davidson lan liyo-liyane. Sepeda motor kuwi racake, nduweni wangun lan CC gede. Knalpote dowo, saenggo yen ditumpaki swarane udug-udug. Yo soko sworo kuwi mau, sing banjur akeh sing ngarani montor udug.
Akeh-akehe sing podo kagungan, mesti piyayi sugih utowo lurah. Pancen yen numpak montor kuwi, jan ketok gagah lan merbawani tenan. Yen montor udug mau lewat, soko kadohan wis keprungu swarane sing banter lan manteb. Wong-wong banjur podo metu soko ndalem, mung kepingin ngerti lewate montor udug mau. Yen montor udug mau wis lewat, bocah-bocah cilik podo cungar-cungir irunge ngambungi asep sing metu soko knalpot. Malah-malah tipete ban wae banjur didulit, banjur diambung sing jarene ambune wangi.
MONTOR UDUG MLEBU TANAH JOWO.
Motor udug kuwi mlebu sepisanan ono tanah Jowo, rikolo tahun 1893. Rikolo kuwi JOHN C. POTTER wong soko Inggris, kerjo dadi masinis ono ing pabrik gulo Oemboel Probolinggo, Jawa Timur. Amargo papan panggonane sing sepi, deweke banjur duwe pepinginan tuku sepeda montor, arep ditumpaki mubeng deso koyo sing dilakoni ono ing negarane. Pancen jaman kuwi yo wis ono sepeda motor lan mobil sing lewat ono ndalan, nanging sing numpaki poro tentara Walondo sing tujuane kanggo perang. Dene kanggo masyarakat umum, babar blas ora ono sing duwe.
Ora koyo saiki, mung nggowo DP karo foto copy KTP wae, bareng mulih wis biso numpak sepeda motor anyar. Jaman biyen John C. Potter kudu pesen dewe ono pabrike Hildebrand und Wolfmüller, sing manggon ono ing kuto Muenchen Jerman. Malah ugo ono crito sing nyebutke, Sunan Surakarta ugo titip marang deweke supoyo nukokke mobil ono ing Eropa. Dadi wektu kuwi ing tanah Jowo, yo mung ono sepeda motor siji merk Reitwagen duweke John C. Potter, lan mobil siji merk Benz tipe Carl Benz kagungane Sunan Kartosuro.
RIWAYAT GAWE MOTOR UDUG.
Miturut crito sing ono, jare sepeda montor sing arep didol marang masyarakat umum dirancang rikolo tahun 1885. Dene sing ngrancang sepeda montor sepisanan, yo kuwi Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach wong Jerman. Sakwise nganakke percobaan-percobaan, lagi tahun 1893 wiwit digawe dening pabrike sing karan Hildebrand und Wolfmüller ing kuto Muenchen, Jerman. Jarene yo sepeda motor sing dituku John C. Potter kuwi, sepeda motor sepisanan sing digawe dening pabrik kasebut.
Sepeda Motor Reitwagen duweke John C. Potter kuwi ora nganggo rante, nanging nganggo kruk as (crankshaft). Mesine gede 1500 cc, ora nggunakke aki (accu) lan ugo ora ono lampune. Dadi yen mlaku bengi yo nganggo ting koco, sing njerone diwenehi uplik.
Malah tahun 1895 negoro Amerika Serikat lagi ngerti, yen negoro Jerman biso gawe sepeda motor. Critane rikolo kuwi ono wong Jerman main sirkus ono ing Amerika Serikat, kanti nggowo sepeda motor merk Reitwagen gaweyan negarane mau. Akeh wargo Amerika Serikat sing kepiingin duwe, mulo banjur podo pesen menyang pabrike ing Jerman. Yo wiwit tahun kuwi, wargo masyarakat umum ing Amerika Serikat podo numpak sepeda motor.
MLEBU MUSEUM.
Rikolo tahun 1932, sepeda motor duweke John C Potter mau ditemokke ono garasi omah ing pabrik gulo Probolinggo, sing mbiyen tau dipanggoni dening John C Potter. Sepeda motor kuwi ndongkrok 40 tahun lawase, lan wis ora biso mlaku meneh. Kanti bantuan soko montir Marinir ing Suroboyo, sepeda motor mau banjur didandani koyo asline, sing banjur disimpen ono kantor redaksi mingguan De Motor. Sak banjure sepeda motor mau diboyong menyang museum Lalu Lintas (Museum Polisi) ono kuto Suroboyo. Tahun 1934 sepeda motor duweke John C Potter disumbangke menyang Museum Negeri Mpu Tantular ing kuto Sidoarjo kanti diwenehi nomer inventaris 10.81 kategori IPTEK.
Nuwun.
Oleh : Mbah Bedjo
OPO TO MONTOR UDUG KUWI.
Sing diarani montor udug kuwi mbiyen, sepeda motor gawean negoro Jerman, Amerika utowo Eropa. Werno-werno merk montor udug kuwi, ono Norton, AJS, BMW, Harley Davidson lan liyo-liyane. Sepeda motor kuwi racake, nduweni wangun lan CC gede. Knalpote dowo, saenggo yen ditumpaki swarane udug-udug. Yo soko sworo kuwi mau, sing banjur akeh sing ngarani montor udug.
Akeh-akehe sing podo kagungan, mesti piyayi sugih utowo lurah. Pancen yen numpak montor kuwi, jan ketok gagah lan merbawani tenan. Yen montor udug mau lewat, soko kadohan wis keprungu swarane sing banter lan manteb. Wong-wong banjur podo metu soko ndalem, mung kepingin ngerti lewate montor udug mau. Yen montor udug mau wis lewat, bocah-bocah cilik podo cungar-cungir irunge ngambungi asep sing metu soko knalpot. Malah-malah tipete ban wae banjur didulit, banjur diambung sing jarene ambune wangi.
MONTOR UDUG MLEBU TANAH JOWO.
Motor udug kuwi mlebu sepisanan ono tanah Jowo, rikolo tahun 1893. Rikolo kuwi JOHN C. POTTER wong soko Inggris, kerjo dadi masinis ono ing pabrik gulo Oemboel Probolinggo, Jawa Timur. Amargo papan panggonane sing sepi, deweke banjur duwe pepinginan tuku sepeda montor, arep ditumpaki mubeng deso koyo sing dilakoni ono ing negarane. Pancen jaman kuwi yo wis ono sepeda motor lan mobil sing lewat ono ndalan, nanging sing numpaki poro tentara Walondo sing tujuane kanggo perang. Dene kanggo masyarakat umum, babar blas ora ono sing duwe.
Ora koyo saiki, mung nggowo DP karo foto copy KTP wae, bareng mulih wis biso numpak sepeda motor anyar. Jaman biyen John C. Potter kudu pesen dewe ono pabrike Hildebrand und Wolfmüller, sing manggon ono ing kuto Muenchen Jerman. Malah ugo ono crito sing nyebutke, Sunan Surakarta ugo titip marang deweke supoyo nukokke mobil ono ing Eropa. Dadi wektu kuwi ing tanah Jowo, yo mung ono sepeda motor siji merk Reitwagen duweke John C. Potter, lan mobil siji merk Benz tipe Carl Benz kagungane Sunan Kartosuro.
RIWAYAT GAWE MOTOR UDUG.
Miturut crito sing ono, jare sepeda montor sing arep didol marang masyarakat umum dirancang rikolo tahun 1885. Dene sing ngrancang sepeda montor sepisanan, yo kuwi Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach wong Jerman. Sakwise nganakke percobaan-percobaan, lagi tahun 1893 wiwit digawe dening pabrike sing karan Hildebrand und Wolfmüller ing kuto Muenchen, Jerman. Jarene yo sepeda motor sing dituku John C. Potter kuwi, sepeda motor sepisanan sing digawe dening pabrik kasebut.
Sepeda Motor Reitwagen duweke John C. Potter kuwi ora nganggo rante, nanging nganggo kruk as (crankshaft). Mesine gede 1500 cc, ora nggunakke aki (accu) lan ugo ora ono lampune. Dadi yen mlaku bengi yo nganggo ting koco, sing njerone diwenehi uplik.
Malah tahun 1895 negoro Amerika Serikat lagi ngerti, yen negoro Jerman biso gawe sepeda motor. Critane rikolo kuwi ono wong Jerman main sirkus ono ing Amerika Serikat, kanti nggowo sepeda motor merk Reitwagen gaweyan negarane mau. Akeh wargo Amerika Serikat sing kepiingin duwe, mulo banjur podo pesen menyang pabrike ing Jerman. Yo wiwit tahun kuwi, wargo masyarakat umum ing Amerika Serikat podo numpak sepeda motor.
MLEBU MUSEUM.
Rikolo tahun 1932, sepeda motor duweke John C Potter mau ditemokke ono garasi omah ing pabrik gulo Probolinggo, sing mbiyen tau dipanggoni dening John C Potter. Sepeda motor kuwi ndongkrok 40 tahun lawase, lan wis ora biso mlaku meneh. Kanti bantuan soko montir Marinir ing Suroboyo, sepeda motor mau banjur didandani koyo asline, sing banjur disimpen ono kantor redaksi mingguan De Motor. Sak banjure sepeda motor mau diboyong menyang museum Lalu Lintas (Museum Polisi) ono kuto Suroboyo. Tahun 1934 sepeda motor duweke John C Potter disumbangke menyang Museum Negeri Mpu Tantular ing kuto Sidoarjo kanti diwenehi nomer inventaris 10.81 kategori IPTEK.
Nuwun.
Sejarah Pasar Hewan Kliwon Wirosari (terbesar se Jawa Tengah)
RIWAYAT PASAR KLIWONAN WIROSARI.
Oleh : Mbah Bedjo
Jenenge wae pasar Kliwonan, yo mesti wae anane pasar yen wanci pasaran Kliwon. Banjur opo sing didol ono pasar kasebut. Sing didol ono kono ora sembilan bahan pokok, nanging mligi kanggo dol tinuku sapi. Mulo ono sing nyebutke, yen papan kono karan pasar sapi Kliwonan.
Ing kabupaten Grobogan ono pasar kewan telu, yo kuwi pasar kewan Ketitang Godong, pasar kewan Danyang Purwodadi, lan pasar kewan Kliwonan Wirosari. Yo pasar kliwonan Wirosari kuwi sing paling gede ono ing kabupaten grobogan, lan malah-malah ugo paling gede ing tingkat Jawa Tengah. Kanggo mangerteni bab pasar Kliwonan Wirosari, tak aturi maos crito iki.
ANANE PASAR KLIWONAN WIROSARI.
Miturut critane poro sepuh, biyene pasar kewan kuwi dunung ono ing lapangan cilik kulon pasar Wirosari saiki. Sepisanan sing didol ono kono mung wedus, nanging banjur ono sing dol tinuku sapi. Amargo daerah wetan Purwodadi akeh poro petani sing ingon-ingon sapi, mulo papan kono banjur dadi pasar sapi. Kanti anane perkembangan Wirosari dadi kuto, pasar kewan mau banjur dipindah ono dukuh Bandang sak lor Puskesmas Wirosari.
Rikolo tahun 82-nan dening Dinas Pasar kabupaten Grobogan, pasar sapi mau dipindah ono dukuh Kunden Wirosari. Dene alesane, papan kono wis ora nyukupi kanggo dol tinuku sapi. Kejobo kuwi ugo mbutuhke papan panggonan, kanggo adek kantor pasar kewan. Amargo ing dukuh Kunden deso Wirosari ono lemah gege, mulo banjur digunakke kanggo gawe pasar kewan anyar. Pancen pasar kewan sing anyar kuwi luwih ombo, lan biso didekke kantor pasar barang. Ono ngarepe didekke gapuro, dikupengi pager tembok sing kuat.
JENENG PASAR SAPI KLIWONAN.
Wis disebutke ono nduwur, pasar kewan kuwi anane yen wanci pasaran Kliwon. Dadi yen sak liyane pasaran kuwi, yo sepi ora ono dol tinuku kewan. Dene karan pasar sapi kuwi, amargo pasar kasebut akeh-akehe kanggo dol tinuku kewan sapi, senajan yo ono sing podo dol tinuku kebo lan wedus.
Poro pedagang sapi ora mung soko wilayah Grobogan wae, nanging ugo soko daerah Pati, Salatiga lan Blora. Mbiyen sak durunge akeh trek, sapi-sapi soko daerah njaban Wirosari digiring dening "Penggerek" ing wanci bengi, nuju menyang pasar Kliwonan Wirosari. Ono salah sijine sapi sing dipasangi oncor ono ing gulune, kanggo madangi dalan sing dilewati. Pating cleter sworo pecute penggerek, kanggo nggiring sapi-sapine kuwi. Mulo wargo deso sing dilewati, dadi ngerti yen bengi kuwi malem pasaran Kliwon. Nanging sing koyo ngono kuwi saiki wis ora ono meneh, mergo sapi-sapi podo ditumpakke trek.
Pancen ing daerah Purwodadi mengetan, poro wargo podo ingon-ingon sapi. Kanggo nggarap sawah utowo tegalan, podo nggunakke sapi kanggo mbrujul. Mengkono ugo kanggo daerah wetan Purwodadi sing ugo karan daerah garing, pancen cocok yen kanggo ingon-ingon sapi. Dene yen ingon-ingon kebo pancen ora cocok, amargo kewan kasebut butuh banyu kanggo ngedemke awake.
Kosok bali karo pasar kewan Ketitang Godong, sing akeh podo dol tinuku kebo. Daerah kulon Purwodadi pancen akeh banyu, mulo cocok yen kanggo ingon-ingon kebo. Kanggo nggarap sawah lan tegalan, cocok yen nggunakke tenaga kebo. Yo mung anehe, senajan akeh suket nanging yen ingon-ingon sapi koq ora biso lemu.
KEWAN SAPI KANGGO SANGUNE ANAK.
Mbiyen pancen bener, ono ing daerah wetan Purwodadi, kewan sapi kuwi pancen kanggo sangune anak. Ora koq sangu kanggo jajan saben dinane, nanging kanggo sangune anak mbesuk yen wis gede. Saben panen kedelai, poro petani banjur tuku sapi ono pasar Kliwonan Wirosari. Sapi mau banjur diwenehke marang anake, urut wiwit soko anak mbarep nganti tekan ragil. Dene tujuane, biso kanggo ragat sekolah duwur utowo nikah. Dadi saupomo anake mau nikah, sapine banjur didol kanggo nggawekke omah utowo sing karan misah anak.
Dene sing ngopeni sapi-sapi kuwi, poro petani podo duwe pangon. Biasane pangon mau dibayar, kanti coro maro pedet. Pedet sing lair sepisanan dadi duweke pangon, dene pedet nomer loro lagi duweke sing nduwe ngono sak teruse. Kejobo kuwi poro petani ugo isih menehi pangan, lan ugo isih nyandangi pangon kuwi.
Kejobo saben ndino ngaritke suket, pangon ugo kudu ngumpulke damen sak bubare panen pari. Damen dipepe nganti garing, banjur ditumpuk ono ing sisihan omah. Yen wanci ketigo dowo ora ono suket, yo damen garing kuwi sing dipakakke sapi. Supoyo dokoh anggone mangan, damen garing mau dikepyuri banyu uyah. Dadi yen wanci ketigo dowo koq duwe tumpukan damen, pangon lan poro petani banget ayem atine.
Nuwun.
Jenenge wae pasar Kliwonan, yo mesti wae anane pasar yen wanci pasaran Kliwon. Banjur opo sing didol ono pasar kasebut. Sing didol ono kono ora sembilan bahan pokok, nanging mligi kanggo dol tinuku sapi. Mulo ono sing nyebutke, yen papan kono karan pasar sapi Kliwonan.
Ing kabupaten Grobogan ono pasar kewan telu, yo kuwi pasar kewan Ketitang Godong, pasar kewan Danyang Purwodadi, lan pasar kewan Kliwonan Wirosari. Yo pasar kliwonan Wirosari kuwi sing paling gede ono ing kabupaten grobogan, lan malah-malah ugo paling gede ing tingkat Jawa Tengah. Kanggo mangerteni bab pasar Kliwonan Wirosari, tak aturi maos crito iki.
ANANE PASAR KLIWONAN WIROSARI.
Miturut critane poro sepuh, biyene pasar kewan kuwi dunung ono ing lapangan cilik kulon pasar Wirosari saiki. Sepisanan sing didol ono kono mung wedus, nanging banjur ono sing dol tinuku sapi. Amargo daerah wetan Purwodadi akeh poro petani sing ingon-ingon sapi, mulo papan kono banjur dadi pasar sapi. Kanti anane perkembangan Wirosari dadi kuto, pasar kewan mau banjur dipindah ono dukuh Bandang sak lor Puskesmas Wirosari.
Rikolo tahun 82-nan dening Dinas Pasar kabupaten Grobogan, pasar sapi mau dipindah ono dukuh Kunden Wirosari. Dene alesane, papan kono wis ora nyukupi kanggo dol tinuku sapi. Kejobo kuwi ugo mbutuhke papan panggonan, kanggo adek kantor pasar kewan. Amargo ing dukuh Kunden deso Wirosari ono lemah gege, mulo banjur digunakke kanggo gawe pasar kewan anyar. Pancen pasar kewan sing anyar kuwi luwih ombo, lan biso didekke kantor pasar barang. Ono ngarepe didekke gapuro, dikupengi pager tembok sing kuat.
JENENG PASAR SAPI KLIWONAN.
Wis disebutke ono nduwur, pasar kewan kuwi anane yen wanci pasaran Kliwon. Dadi yen sak liyane pasaran kuwi, yo sepi ora ono dol tinuku kewan. Dene karan pasar sapi kuwi, amargo pasar kasebut akeh-akehe kanggo dol tinuku kewan sapi, senajan yo ono sing podo dol tinuku kebo lan wedus.
Poro pedagang sapi ora mung soko wilayah Grobogan wae, nanging ugo soko daerah Pati, Salatiga lan Blora. Mbiyen sak durunge akeh trek, sapi-sapi soko daerah njaban Wirosari digiring dening "Penggerek" ing wanci bengi, nuju menyang pasar Kliwonan Wirosari. Ono salah sijine sapi sing dipasangi oncor ono ing gulune, kanggo madangi dalan sing dilewati. Pating cleter sworo pecute penggerek, kanggo nggiring sapi-sapine kuwi. Mulo wargo deso sing dilewati, dadi ngerti yen bengi kuwi malem pasaran Kliwon. Nanging sing koyo ngono kuwi saiki wis ora ono meneh, mergo sapi-sapi podo ditumpakke trek.
Pancen ing daerah Purwodadi mengetan, poro wargo podo ingon-ingon sapi. Kanggo nggarap sawah utowo tegalan, podo nggunakke sapi kanggo mbrujul. Mengkono ugo kanggo daerah wetan Purwodadi sing ugo karan daerah garing, pancen cocok yen kanggo ingon-ingon sapi. Dene yen ingon-ingon kebo pancen ora cocok, amargo kewan kasebut butuh banyu kanggo ngedemke awake.
Kosok bali karo pasar kewan Ketitang Godong, sing akeh podo dol tinuku kebo. Daerah kulon Purwodadi pancen akeh banyu, mulo cocok yen kanggo ingon-ingon kebo. Kanggo nggarap sawah lan tegalan, cocok yen nggunakke tenaga kebo. Yo mung anehe, senajan akeh suket nanging yen ingon-ingon sapi koq ora biso lemu.
KEWAN SAPI KANGGO SANGUNE ANAK.
Mbiyen pancen bener, ono ing daerah wetan Purwodadi, kewan sapi kuwi pancen kanggo sangune anak. Ora koq sangu kanggo jajan saben dinane, nanging kanggo sangune anak mbesuk yen wis gede. Saben panen kedelai, poro petani banjur tuku sapi ono pasar Kliwonan Wirosari. Sapi mau banjur diwenehke marang anake, urut wiwit soko anak mbarep nganti tekan ragil. Dene tujuane, biso kanggo ragat sekolah duwur utowo nikah. Dadi saupomo anake mau nikah, sapine banjur didol kanggo nggawekke omah utowo sing karan misah anak.
Dene sing ngopeni sapi-sapi kuwi, poro petani podo duwe pangon. Biasane pangon mau dibayar, kanti coro maro pedet. Pedet sing lair sepisanan dadi duweke pangon, dene pedet nomer loro lagi duweke sing nduwe ngono sak teruse. Kejobo kuwi poro petani ugo isih menehi pangan, lan ugo isih nyandangi pangon kuwi.
Kejobo saben ndino ngaritke suket, pangon ugo kudu ngumpulke damen sak bubare panen pari. Damen dipepe nganti garing, banjur ditumpuk ono ing sisihan omah. Yen wanci ketigo dowo ora ono suket, yo damen garing kuwi sing dipakakke sapi. Supoyo dokoh anggone mangan, damen garing mau dikepyuri banyu uyah. Dadi yen wanci ketigo dowo koq duwe tumpukan damen, pangon lan poro petani banget ayem atine.
Nuwun.
Sejarah Ambrolnya Jembatan Bandang Wirosari tahun 1978
RIWAYAT KRETEK BANDANG WIROSARI GROBOGAN
Oleh : Mbah Bedjo
Kretek Bandang, dununge ono ing kecamatan Wirosari. Kretek mau nggubungke kecamatan Wirosari, nuju menyang kecamatan Sulursari nganti tekan Randublatung Blora. Biyen kretek sing kawak gaweyan Londo, tahun 1978 ambrol nuwuhke korban jiwo cacah loro. Tahun 1980 banjur dibangun meneh dening pemerintah, sing isih ngadek nganti tekan saiki. Banjur kepiye riwayat ambrole kretek kuwi. Ayo tak aturi maos critane iki.
KRETEK BANDANG AMBROL.
Pancen kretek sing dibangun Londo, wektu kuwi wis nguwatirke banget. Diliwati dokar opo meneh trek, wis kroso mentul-mentul koyo arep coklek kae. Kretek sing ngubungke Wirosari nganti tekan Randublatung kuwi, pancen yo wis wayahe kudu dibangun anyar.
Tahun 1978 wanci jam 10.00 esuk, kretek sing tumumpang ono nduwur kali Lusi kuwi ambrol. Wektu kuwi kali Lusi pinuju banjir gede, peres ngelebi setren sak kiwo tengene. Kretek mau tugel tengah, separo sisih kulon isih gumantung ono cagake.
Miturut katrangan soko wargo sing mangerteni kedadeyane ngandakke, naliko kuwi ono dokar liwat. Sak mburine dokar mau ono trek, sing ngangkut beras arep digowo menyang kuto Purwodadi. Ing tengah-tengahe dokar lan trek, ono piyayi putri sing mlaku nuntun sepedane. Bareng kretek mau ambrol, dokar sak jarane lan truk ngangkut beras kejegur ono tengahing kali, klebu piyayi putri sing nuntun sepeda mau. Kabeh ilang kepuntel banyu kali, kejobo sopir trek sing biso nglangi lan banjur gandulan wit pelem cilik wetan kali. Kabeh sing podo teko mung biso piya-piye, arep tetulung ora wani mergo banjire gede. Dening aparat kepolisian banjur woro-woro, supoyo wargo sing dunung ono pinggiring kali podo nyegat mbok menowo mrangguli jenazah sing keli.
BU GURU DADI KURBAN.
Soko tutur sing tinular, lagi dingerteni yen piyayi putri kuwi jebul ibu Siti Aminah. Deweke ngono piyayi Wirosari, sing mulang sekolah Taman Kanak-kanak ing deso Kalirejo. Akeh sing podo ngerti, naliko ibu Siti Aminah mau kondur soko mulang. Mengkono ugo soko kluwargo ugo ngyakinake, yen piyayi putri sing katut dadi kurban kuwi ibu Siti Aminah.
Bareng rong ndino sakwise banjir sudo, lagi biso ditemokke truk sing adohe satus meter sak kidule kretek kono. Ugo patang kilo meter soko papan kono, ditemokke dokar sak jarane. Dene sak banjure lagi biso ditemokke kusir dokar lan ibu Siti Aminah, sing keli nganti meh tekan ing wilayah kabupaten Kudus.
KRETEK SITI AMINAH.
Kanti jebole kretek Bandang kuwi, hubungan soko Wirosari nuju Kuwu utowo Sulursari dadi pedot. Saupomo arep ngangkut barang soko Purwodadi nuju Kuwu, kudu lewat kecamatan Pulokulon sing dalane rusak banget. Yen arep menyang Kuwu numpak sepeda motor, biso lewat kretek sepur ono deso Pengkol Wirosari. Nanging sak durunge kudu takon halte Pengkol, bakal ono sepur lewat opo ora. Pancen yo kudu duwe kekendelan, amargo kudu nguwot bantalan ril lan kudu ngepaske ban sepeda motor ono sak nduwure ril.
Sesasi sakwise kuwi, wargo Bandang lan Kalirejo podo gawe getek soko papan sing ditumpangke ono nduwur prau loro. Kanggo njogo supoyo getek ora keli, diwenehi tali sing dipentang soko pinggir wetan nganti kulon. Kanti anane getek kuwi, wargo lan sepeda motor biso nyabrang kali Lusi kuwi kanti mbayar.
Lagi tahun 80-an kretek anyar wiwit dibangun, kanti bentuk cagak cor lan kerangka soko baja. Kejobo dibangun luwih kuwat, kretek mau ugo digawe luwih ombo. Bareng wis dadi, kretek mau banjur diwenehi jeneng "Jembatan Siti Aminah".
KUBURAN PEGAT NJALUK KURBAN.
Kuburan pegat kuwi, dununge ono sak wetane kretek Bandang kono. Karan kuburan pegat, mergo kuburan mau kebagi loro dening dalan gede. Wiwit mbiyen akeh sing ngandakke, yen ing kubur kuwi kerep ono goda. Dene sing tau diweruhi ngandakkke, yen goda mau wujut pocongan utowo kuntilanak. Mulo kanti kuwi akeh wargo sing ngandakke, yen ambrole kretek mergo kuburan pegat njaluk korban.
Nanging bab kuwi ora perlu dipercoyo, mergo sing bener kretek kuwi pancen yo wis tuwo lan njaluk dibangun anyar.
Nuwun.
Www.mapio.net
Oleh : Mbah Bedjo
KRETEK BANDANG AMBROL.
Pancen kretek sing dibangun Londo, wektu kuwi wis nguwatirke banget. Diliwati dokar opo meneh trek, wis kroso mentul-mentul koyo arep coklek kae. Kretek sing ngubungke Wirosari nganti tekan Randublatung kuwi, pancen yo wis wayahe kudu dibangun anyar.
Tahun 1978 wanci jam 10.00 esuk, kretek sing tumumpang ono nduwur kali Lusi kuwi ambrol. Wektu kuwi kali Lusi pinuju banjir gede, peres ngelebi setren sak kiwo tengene. Kretek mau tugel tengah, separo sisih kulon isih gumantung ono cagake.
Miturut katrangan soko wargo sing mangerteni kedadeyane ngandakke, naliko kuwi ono dokar liwat. Sak mburine dokar mau ono trek, sing ngangkut beras arep digowo menyang kuto Purwodadi. Ing tengah-tengahe dokar lan trek, ono piyayi putri sing mlaku nuntun sepedane. Bareng kretek mau ambrol, dokar sak jarane lan truk ngangkut beras kejegur ono tengahing kali, klebu piyayi putri sing nuntun sepeda mau. Kabeh ilang kepuntel banyu kali, kejobo sopir trek sing biso nglangi lan banjur gandulan wit pelem cilik wetan kali. Kabeh sing podo teko mung biso piya-piye, arep tetulung ora wani mergo banjire gede. Dening aparat kepolisian banjur woro-woro, supoyo wargo sing dunung ono pinggiring kali podo nyegat mbok menowo mrangguli jenazah sing keli.
BU GURU DADI KURBAN.
Soko tutur sing tinular, lagi dingerteni yen piyayi putri kuwi jebul ibu Siti Aminah. Deweke ngono piyayi Wirosari, sing mulang sekolah Taman Kanak-kanak ing deso Kalirejo. Akeh sing podo ngerti, naliko ibu Siti Aminah mau kondur soko mulang. Mengkono ugo soko kluwargo ugo ngyakinake, yen piyayi putri sing katut dadi kurban kuwi ibu Siti Aminah.
Bareng rong ndino sakwise banjir sudo, lagi biso ditemokke truk sing adohe satus meter sak kidule kretek kono. Ugo patang kilo meter soko papan kono, ditemokke dokar sak jarane. Dene sak banjure lagi biso ditemokke kusir dokar lan ibu Siti Aminah, sing keli nganti meh tekan ing wilayah kabupaten Kudus.
KRETEK SITI AMINAH.
Kanti jebole kretek Bandang kuwi, hubungan soko Wirosari nuju Kuwu utowo Sulursari dadi pedot. Saupomo arep ngangkut barang soko Purwodadi nuju Kuwu, kudu lewat kecamatan Pulokulon sing dalane rusak banget. Yen arep menyang Kuwu numpak sepeda motor, biso lewat kretek sepur ono deso Pengkol Wirosari. Nanging sak durunge kudu takon halte Pengkol, bakal ono sepur lewat opo ora. Pancen yo kudu duwe kekendelan, amargo kudu nguwot bantalan ril lan kudu ngepaske ban sepeda motor ono sak nduwure ril.
Sesasi sakwise kuwi, wargo Bandang lan Kalirejo podo gawe getek soko papan sing ditumpangke ono nduwur prau loro. Kanggo njogo supoyo getek ora keli, diwenehi tali sing dipentang soko pinggir wetan nganti kulon. Kanti anane getek kuwi, wargo lan sepeda motor biso nyabrang kali Lusi kuwi kanti mbayar.
Lagi tahun 80-an kretek anyar wiwit dibangun, kanti bentuk cagak cor lan kerangka soko baja. Kejobo dibangun luwih kuwat, kretek mau ugo digawe luwih ombo. Bareng wis dadi, kretek mau banjur diwenehi jeneng "Jembatan Siti Aminah".
KUBURAN PEGAT NJALUK KURBAN.
Kuburan pegat kuwi, dununge ono sak wetane kretek Bandang kono. Karan kuburan pegat, mergo kuburan mau kebagi loro dening dalan gede. Wiwit mbiyen akeh sing ngandakke, yen ing kubur kuwi kerep ono goda. Dene sing tau diweruhi ngandakkke, yen goda mau wujut pocongan utowo kuntilanak. Mulo kanti kuwi akeh wargo sing ngandakke, yen ambrole kretek mergo kuburan pegat njaluk korban.
Nanging bab kuwi ora perlu dipercoyo, mergo sing bener kretek kuwi pancen yo wis tuwo lan njaluk dibangun anyar.
Nuwun.
Subscribe to:
Posts (Atom)